Foto: Ahmad Mudabir
Beritana,Surabaya- Oprasi tangkap tangan (OTT) Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan bukti masih maraknya praktek jual beli jabatan di pemerintahan. Meski sudah beberapa kali KPK memenjarakan Bupati/Walikota terkait masalah ini di Jawa Timur, ternyata belum menimbulkan efek jera.
Ahmad Mudabir, Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Bintang Indonesia (LKBH-BI) menyayangkan adanya kasus jual beli jabatan yang dilakukan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, diduga menerima suap terkait pengisian jabatan perangkat desa dan camat di lingkungan Pemkab Nganjuk, Jawa timur.
"Berdasarkan informasi Penyidik tadi untuk di level perangkat desa berkisaran Rp. 10 juta sampai Rp. 15 juta. Kemudian untuk jabatan di atasnya berdasarlan informasi Rp. 150 juta," kata Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto di Gedung KPK, Jakarta, Senin.
Jabir Sapaan akrabnya berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar melakukan Pemberatasan terhadap pelaku suap dan penerima suap Juwal beli jabatan di lingkunag Pemkab Nganjuk, sesuai Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Kasus Tindak Pidana ini harus diperiksa sampai keakar akarnya, tidak hanya terpaku terhadap tujuh orang yang sudah di tetapkan tersangka, jelasnya.
Salain itu Jabir, meminta Penyidik untuk melakukan Pemeriksaan terhadap seluruh ASN Camat, Sekcam bahkan terhdapap Kepala Dinas Kepegawayan di kabupaten Nganjuk, Jawa timur.
Sebagaimana yang sudah termaktub dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi ("UU Tipikor"). Dampak dari korupsi berpengaruh terhadap sebagian besar aspek kehidupan masyarakat, termasuk bidang pendidikan, ekonomi, kesejteraan rakyat-pada rakyat kecil. Rakyat dirugikan oleh Oknum yang terlibat didalam kerugian negara.