Di Indonesia, setiap individu, tanpa memandang etnis, memiliki potensi untuk melakukan tindakan kriminal. Namun, ada kecenderungan yang meresahkan dalam pemberitaan media, di mana asal etnis atau daerah pelaku kejahatan sering kali disorot, terutama jika mereka berasal dari kelompok etnis tertentu, seperti Madura. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan objektivitas dalam pemberitaan.
Ketimpangan dalam Pemberitaan
Mengapa pemberitaan terkadang secara eksplisit menyebutkan asal etnis pelaku kejahatan, terutama jika mereka berasal dari etnis tertentu yang sering distigmatisasi? Sebaliknya, kasus-kasus besar dengan pelaku dari etnis lain, seperti kasus korupsi yang melibatkan Harvey Moeis atau Gayus Tambunan, jarang sekali menyinggung asal etnis mereka.
Ketimpangan ini sangat merugikan komunitas yang sering menjadi sasaran stereotip negatif, seperti orang Madura. Mereka yang dikenal dengan etos kerja kerasnya, seperti membuka usaha 24 jam, sering kali harus menghadapi stigma yang tidak adil akibat pemberitaan yang bias.
Akar Sejarah Stigma terhadap Orang Madura
Romo Sindhunata, dalam resensinya untuk buku "Across Madura Strait" di Majalah Basis edisi akhir tahun 1995, menyoroti pandangan inferior terhadap orang Madura yang telah mengakar sejak lama. Tulisan berjudul "Malangnya Orang Madura, Teganya Orang Jawa" itu mengungkap bagaimana stereotip ini dibentuk, salah satunya melalui etnologi warisan kolonial Belanda. Salah satu bukti nyata stereotip ini adalah penggunaan istilah 'toron' (turun) untuk merujuk pada perjalanan ke Madura, seolah-olah Madura adalah tempat yang lebih rendah atau kurang berharga dibandingkan daerah lainnya.
Dampak dari stereotip ini sangat luas, tidak hanya merugikan orang Madura secara sosial, tetapi juga membentuk persepsi publik dan kebijakan yang mungkin tidak adil terhadap mereka. Pandangan negatif yang telah tertanam dalam masyarakat menyebabkan berita-berita negatif tentang orang Madura lebih sering disorot dan dibesar-besarkan, sementara prestasi dan kontribusi positif mereka seringkali terabaikan.
Peran Media dalam Membentuk Persepsi Publik
Media massa memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini publik. Ketika media secara konsisten menyoroti asal etnis pelaku kejahatan tertentu, sementara mengabaikannya dalam kasus lain, hal ini menciptakan ketidakadilan dalam persepsi masyarakat. Hal ini diperparah dengan pemberitaan yang sering kali fokus pada kasus-kasus kecil yang melibatkan orang Madura, sementara kasus kejahatan besar dengan pelaku dari etnis lain jarang dikaitkan dengan identitas etnis mereka.
Dampak Stereotip Negatif
Stereotip negatif terhadap orang Madura memiliki dampak yang merugikan, baik secara individu maupun kolektif. Individu dari etnis Madura sering kali harus berjuang melawan stigma yang tidak adil, yang dapat mempengaruhi peluang mereka dalam berbagai aspek kehidupan. Secara kolektif, stereotip ini dapat merusak citra dan reputasi seluruh komunitas.
Menuju Pemberitaan yang Lebih Adil dan Setara
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan mendasar dalam cara media memberitakan kejadian kriminal. Media harus lebih berhati-hati dalam menyebutkan asal etnis pelaku kejahatan dan hanya melakukannya jika benar-benar relevan dengan konteks berita. Selain itu, perlu ada upaya yang lebih besar untuk memberitakan prestasi dan kontribusi positif dari semua etnis, termasuk orang Madura.
Madura: Lebih dari Sekadar Stereotip
Penting untuk diingat bahwa Madura bukan hanya tentang kriminalitas. Pulau ini memiliki kekayaan budaya, sejarah, dan potensi yang luar biasa. Orang Madura dikenal dengan etos kerja kerasnya, seperti yang terlihat dari banyaknya usaha kecil dan menengah yang mereka jalankan, termasuk warung-warung yang buka 24 jam. Selain itu, Madura juga memiliki daya tarik wisata kuliner yang khas, seperti sate Madura yang terkenal. Masyarakat Madura juga dikenal religius dan menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat juga perlu diedukasi tentang bahaya stereotipe dan pentingnya menilai individu berdasarkan karakter dan tindakan mereka, bukan berdasarkan asal etnis mereka. Dengan mendorong kesetaraan dan keadilan dalam pemberitaan dan interaksi sosial, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan harmonis, di mana setiap individu dihargai berdasarkan kontribusi mereka, bukan berdasarkan stereotip yang tidak adil.