views

Oleh: Abdul Ghoni (Calon Wakil Bupati Blitar)
Adalah pemuda salah satu elemen penting dalam dinamika politik suatu negara. Keterlibatan pemuda dalam proses politik memiliki implikasi yang signifikan terhadap perkembangan demokrasi, pembangunan sosial-politik, dan transformasi masyarakat secara keseluruhan. Seiring dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi informasi, peran serta pemuda dalam politik semakin menarik perhatian, terutama karena potensi pemuda dalam membawa perubahan positif namun juga dihadapkan pada berbagai tantangan yang kompleks. Pemuda, yang sering kali didefinisikan sebagai individu yang memiliki energi, semangat, dan gagasan segar serta mampu membawa warna baru dalam arena politik. Pemuda membawa perspektif yang berbeda, terutama terkait dengan isu-isu kontemporer seperti lingkungan hidup, hak asasi manusia, ketidaksetaraan, dan inklusi sosial. Partisipasi pemuda dapat memperkaya diskusi politik, memperluas wawasan, dan mempercepat terjadinya perubahan yang diinginkan oleh masyarakat. Namun, dalam konteks keterlibatan politik, pemuda juga dihadapkan pada sejumlah tantangan yang tidak bisa dianggap remeh. Salah satunya adalah minimnya kesempatan partisipasi yang disediakan oleh lembaga politik formal, yang sering kali didominasi oleh kalangan yang lebih tua dan memiliki akses terbatas bagi generasi muda. Selain itu, pemuda juga dihadapkan pada tantangan internal, seperti kurangnya kesadaran politik, apatis, dan kurangnya representasi yang mewakili kepentingan pemuda.
Makna Pemuda dalam Politik
Ada dua arus utama pemaknaan pemuda. Pertama, pemuda oleh rezim politik dimaknai sebagai basis electoral pendulang suara. Kedua, pemuda oleh rezim ekonomi dimaknai sebagai basis konsumsi, transaksional, jual/beli.
Dalam sosiologi ada panduan untuk memahami secara komprehensif bahwa pemuda hari ini dibentuk oleh persilangan berbagai jaringan sosial yang kompleks dan saling membentuk. Di antaranya, ada identitas kelas, kepentingan, dan preferensi minat.
Rezim Soekarno berupaya mendefinisikan pemuda sebagai agen revolusioner dalam projek dekolonialisasi. Rezim Orde Baru menjadikan pemuda sebagai elemen konstitutif untuk menstabilkan politik developmentalisme. Hari ini, dengan sedikit banyak sentuhan neoliberalisme, makna pemuda diperebutkan dari berbagai sisi terutama yang paling dominan yakni sejauh mana ia berguna dalam mekanisme pasar. Konsep seperti usia produktif, generasi milenial, dan generasi Z merupakan salah satu contoh bagaimana makna usia pemuda direduksi sedemikian rupa agar relevan dengan kepentingan ekonomi dan projek digitalisasi.
Makna pemuda harus kita bangun melalui basis perlawanan, sebagaimana kaum buruh. Kita ketahui bersama, sebuah perlawanan hanya akan solid jika jejaring antarkomunitas kolektif. Harus ada kesamaan dasar dan orientasi.
Hambatan dan Tantangan
Berhadapan dengan tantangan makro di atas, perlu ada upaya guna mendorong partisipasi pemuda dalam politik guna mengubah masa kini sekaligus memprediksi masa depannya. Meskipun demikian, terdapat dua hambatan umum yang perlu diatasi. Pertama, hambatan struktural. Kedua, hambatan individual.
Hambatan struktural membuat tidak semua generasi muda mau merintis karier di bidang politik. Boleh jadi, salah satu akarnya yakni kurangnya pendanaan bagi
pemuda. Jika kesulitan finansial ini tidak diatasi melalui partai politik, umumnya pemuda cenderung bergantung pada peran seniornya persis ketika di mana-mana ada gejala gap komunikasi antargenerasi. Namun, ketergantungan ini tidak tanpa masalah persis ketika di banyak negara, politik diidentikan dengan generasi tua dan laki-laki yang secara sistematis justru meminggirkan peran pemuda dari percakapan tentang politik dan pembuatan keputusan. Ini belum terhitung perempuan yang mengalami diskriminasi ganda berdsarkan usia dan gender mereka.
Hambatan individual yang menjelaskan adanya peningkatan jumlah warga negara (termasuk pemuda) yang semakin kurang percaya pada proses politik formal, lembaga politik, dan pemimpin politik. Hal ini mungkin karena mereka merasa bahwa kegelisahan politik mereka tidak masuk dalam keputusan-keputusan politik. Bagian ini diperparah dengan lemahnya akses terhadap pengetahuan tentang proses politik.
Dalam upaya meningkatkan partisipasi secara bermakna pemuda dalam politik, perlu ada beberapa hal. Pertama, penguatan kapasitas. Kedua, mendorong partisipasi. Ketiga, pemanfaatan media.
Pemuda penting mengupayakan penguatan kapasitas, khususnya secara organisasi. Jika pemuda kesulitan mendirikan partai politik baru, perlu dipikirkan adanya sayap partai untuk generasi muda sebagai kekuatan dasar. Tujuannya untuk memfasilitasi pembentukan jaringan berdasarkan isu-isu strategis nasional dan global. Selain itu, perlu ada perhatian serius terhadap keberlanjutan komunitas pemuda yang dibentuk berdasarkan kesamaan isu di berbagai wilayah. Jejaring antarkomunitas perlu diperkuat.
Partisipasi pemuda harus terus didorong. Partisipasi pemilih misalnya, perlu didukung juga oleh skema pendanaan dalam sistem kepartaian. Bagian ini urgen
karena partai politik perlu menjalankan peran pendidikan politiknya, bukan hanya menjelang Pemilu.
Pemuda pun harus bisa memanfaatkan media yang ada. Media yang dimaksud adalah media konvensional dan media baru. Media konvensional seperti televisi, radio, dan koran cetak mempromosikan isu-isu atau agenda-agenda pemuda untuk meningkatkan pengaruh. Media sosial juga penting dioptimalkan sebagai upaya membangun komunikasi dengan kepada teman dan keluarga sehingga masuk dalam pemberitaan, penelitian, dan informasi, kemudian dipetimbangkan oleh pemerintah dan partai politik sebagai peluang baru dalam memperbaharui cara mendesiminasikan gagasan politik negara.
Facebook Conversations