HRW Mengutuk Keras Kudeta Militer di Myanmar
Human Right Watch mengutuk keras kudeta militer yang sedang berlangsung di Myanmar.

Beritana, Bangkalan - Organisasi Hak Asasi Manusia Human Right Watch (HRW) mengutuk keras kudeta militer yang sedang berlangsung di Myanmar, Senin (1/2).

Phil Robertson Wakil Direktur Divisi Asia Human Right Watch dalam wawancara yang dilakukan secara daring dengan kantor berita Associated press, menyebutnya sebagai mimpi buruk mereka yang menjadi kenyataan.

"Ini adalah mimpi terburuk kami yang menjadi kenyataan, Apa yang kami lihat adalah kemenangan yang gemilang untuk partai Liga Nasional untuk demokrasi," ujar Robertson.

"Mereka telah meraih suara mayoritas yang jelas. Pemerintah yang berdemokrasi akan berkuasa selama lima tahun lagi. Dan dakam waktu semalam, militer pada dasarnya telah merobek buku peraturan. Mereka menggunakan konstitusi 2008 yang ditulis oleh militer itu sendiri dan untuk militer itu sendiri yang melalui referendum curang tahun 2008," imbuh Robertson.

Robertson menuntut supaya Militer Myanmar untuk segera membebaskan Aung San Suu Kyi dan sejumlah pejabat senior dan yang lainnya tanpa syarat yang ditahan oleh mereka secara tidak sah. Menurut Robertson tindakan yang dilakukan oleh militer Myanmar itu menunjukkan penghinaan terhadap pemilu demokratis yang diadakan pada bulan November yang lalu dan hak rakyat Myanmar untuk memilih Pemerintah mereka sendiri.

Menurut Robertson organisasinya sangat prihatin akan keselamatan dan keamanan para aktivis dan kritikus militer lainnya yang ditahan.

Robertson mengatakan bahwasanya mereka harus menyadari apa yang dilakukan oleh mereka akan dimintai pertanggung jawaban, termasuk penganiayaan dalam atau menggunakan kekuasaan secara berlebihan.

Pada Senin (1/2) Televisi Militer Myanmar mengatakan bahwa militer telah mengambil alih kontrol negara itu selama satu tahun,  sementara sebuah laporan mengatakan banyak politisi senior negara itu ditahan dan termasuk pimpinan Aung San Suu Kyi juga ditahan.

Myawaddy seorang presenter televisi yang dioperasikan oleh militer membuat pengumuman dan mengutip bagian dari konstitusi yang dirancang oleh militer yang memungkinkan militer mengambil kendali pemerintahan dalam keadaan darurat nasional.

Ia membeberkan alasan pengambilalihan tersebut dikarenakan sebagian kegagalan pemerintah untuk menindaklanjuti klaim militer bahwa telah ada kecurangan dalam pemilu bulan November yang lalu dan kegagalannya untuk menangguhkan pesta demokrasi karena krisis virus Corona.

What's your reaction?

Facebook Conversations